Oleh: Herwandy Baharuddin, S.H., M.H.
Dalam praktik pewarisan Islam, masih banyak masyarakat yang mengira bahwa jika seseorang meninggal dunia meninggalkan istri dan anak, maka orang tuanya—khususnya ibu—tidak lagi berhak mendapatkan bagian warisan. Padahal, pandangan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Dasar Hukum yang Tegas
Allah SWT telah menetapkan bagian waris untuk orang tua secara jelas dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 11:
“Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan jika yang meninggal mempunyai anak.”
Artinya, jika pewaris meninggalkan anak, maka ibu mendapatkan bagian pasti sebesar 1/6 (seperenam) dari seluruh harta peninggalan.
Ketentuan ini juga ditegaskan dalam Pasal 177 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan:
“Apabila pewaris meninggalkan anak, maka ayah dan ibu masing-masing mendapat bagian satu per enam dari harta warisan.”
Pembagian Warisan dalam Kasus Suami Meninggal Dunia
Apabila seorang suami meninggal dunia dan meninggalkan:
Seorang istri (janda),
Seorang anak perempuan, dan
Ibu kandung,
maka pembagian warisan menurut hukum Islam adalah sebagai berikut:
Istri memperoleh 1/8 (seperdelapan) bagian,
Anak perempuan memperoleh 1/2 (seperdua) bagian,
Ibu memperoleh 1/6 (seperenam) bagian.
Sisa dari pembagian tersebut (radd) dikembalikan kepada ahli waris darah (anak perempuan dan ibu), karena istri bukan termasuk ahli waris darah.
Kesimpulan Hukum
Dari ketentuan di atas dapat ditegaskan bahwa:
Ibu tetap berhak menjadi ahli waris, meskipun pewaris meninggalkan istri dan anak.
Hak ibu sebesar 1/6 (seperenam) merupakan bagian pasti (fardh muqaddar) yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan tidak dapat dihapus oleh keberadaan ahli waris lainnya.
Dengan demikian, dalam sistem kewarisan Islam, posisi ibu tetap terhormat dan dilindungi, sebagaimana kasih sayangnya yang tiada terbalas oleh anak semasa hidupnya.