
Pagi hari itu di puncak sebelah utara pegunungan Bawakaraeng. Matahari telah naik agak tinggi. Sinarnya yang sejak fajar menyingsing tadi kemerahan dan lembut, kini mulai mendatangkan kehangatan, mengusir sisa-sisa halimun yang bermalas-malasan meninggalkan bumi yang subur, yang didekapnya sepanjang malam.
Embun-embun mulai gemerlapan menerima cahaya matahari, bergantungan di ujung daun-daun bagaikan mutiara. Tamasya alam di pegunungan itu mulai tampak. Indah mempesona, keindahan yang sukar diuraikan dengan kata-kata maupun dengan lukisan. Betapa pun pandainya seorang sasterawan menceritakan, atau betapa pun pandainya seorang seniman melukiskan, yang dapat mereka tangkap hanya sebagian kecil saja dari segala keindahan yang maha besar itu.
Keindahan yang wajar, tertib, tepat dan setiap perubahan yang diadakan manusia hanya akan mengganggu keindahan itu. Keindahan yang diciptakan oleh Sastrawan Agung, oleh seniman Agung, yaitu Gusti Allah yang Maha Pencipta, Maha Agung dan Maha Kuasa.
Bahkan awan-awan yang berarak di langit biru, membuat bentuk-bentuk yang demikian mempesona, selalu mengadakan perubahan bentuk yang tak dapat diikuti dengan jelas. Ujung-ujung pohon bergerak tertiup angin, melambai-lambai dengan lemah gemulai, burung-burung dan kupu-kupu beterbangan, binatang-binatang kecil berlarian di antara semak-semak. Semua bergerak, hidup adalah gerak, dan semua gerakan itu merupakan perpaduan yang amat mengagumkan, gerakan yang wajar dan indah, seolah merupakan tarian, tarian alam. Suara-suara yang terdengar demikian wajar pula, keindahan kewajaran yang hanya dapat dirasakan ha-ti yang hening. Tarian dan nyanyian alam itu seolah merupakan puja puji bagi kebesaran Allah yang Maha Mulia! Sinar matahari pagi mulai menyentuh tanah, menerobos di antara celah-celah daun pohon.
Mulai semerbak bau yang muncul dari permukaan bumi, membubung ke angkasa. Bau kembang-kembang, daun-daun rumput dan bau tanah dengan segala daun-daun kering membusuk yang menutupinya. Akan tetapi tidak ada bau busuk, segala macam ganda yang semerbak itu, kalau tercium tanpa penilaian, terasa’ segar dan menyenangkan, bahkan menenangkan hati. Bebauan itu menjadi bagian dari keindahan bumi dan segala yang berada di atasnya.
Bagus dan jelek muncul dari penilaian. Penilaian mendatangkan perbandingan, memisah-misahkan sehingga terdapatlah apa yang bagus dan apa yang jelek menurut selera si penilai. Akan tetapi keindahan berada di atas bagus atau jelek. Keindahan bukan bagus bukan pula jelek. Seperti juga kebahagiaan, demikian pula keindahan tidak dapat dinilai dan dibandingkan. Kebahagiaan bukan kesenangan, bukan pula kesusahan. Kebahagian, tidak berhubungan dengan kekayaan, kebahagiaan tidak pula berhubungan dengan kemiskinan.
Kebahagiaan, seperti juga keindahan, tidak dapat dinilai. Berbeda dengan kesenangan, kalau tidak senang, ya susah dan demikian sebaliknya. Juga keindahan, bukan kebagusan, karena kebagusan hanya penilaian, kalau tidak bagus ya jelek.
Penilaian mendatangkan pertentangan dan perpecahan. Menerima apa adanya sebagai apa adanya menghilangkan penilaian. Manusia hidup wajib berikhtiar, berusaha sekuat tenaga untuk kesejahteraan hidupnya, akan tetapi di atas semua itu, terdapat Kekuasaan yang menentukan dan yang menciptakan apa adanya. Manusia, betapapun pandainya, betapapun kuatnya, tak dapat melawan atau menghindar dari ketentuan Kekuasaan ini, Kekuasaan Gusti Allah yang memberi keputusan terakhir atas segala perkara yang ada di dunia ini!
Terpujilah keagungan Allah yang Maha Pengasih !
Semua agama atau pun keyakinan yang bersumber dari Allah SWT, dan diyakini serta dilaksanakan oleh semua pemeluknya, muara utamanya adalah membentuk dan meraih akhlak yang benar dan baik atau moral yang cantik (beautiful morals).
Sehingga, apapun jenis usaha atau jenis kegiatan maka salah satu pondasi yang mutlak diperkuat dan diperkokoh adalah beautiful morals. Hal tersebut, diperlukan agar supaya hasil yang ingin dicapai mendapatkan restu keberkahan atau selalu berada dalam naungan ridho Allah SWT.
Beautiful Morals
Beberapa akhlak yang benar dan baik atau moral yang cantik (beautiful morals), dapat dipaparkan disini, yakni menghindari menyakiti sesama makhluk (manusia, hewan, tumbuhan serta alam sekitar).
Mari membantu sesama manusia, mari membangun saling pengertian, dan bukan saling menyakiti.
Hindarilah menebang pohon yang berada dalam hutan lindung/ menebang pohon secara liar, mari menjaga ekosistem agar tetap stabil hingga keseimbangan selalu hadir.
Dengan penebangan pohon/hutan secara liar, disamping merusak ekosistem juga mempermudah terjadinya banjir dan longsor. Dan penebangan liar ini pun dapat merugikan perekonomian negara.
Janganlah menyakiti/membunuh hewan tanpa alasan yang jelas, juga menghindari memetik bunga dengan alasan keisengan yang tak ada manfaatnya. Semua makhluk hidup berhak hidup, dan kita sebagai bagian dari makhluk hidup ini, tidak mempunyai hak sedikit pun untuk memberinya kematian/kepunahan. Kecuali, dengan alasan yang jelas dan untuk kemaslahatan atau pun mempunyai nilai manfaat yang lebih besar kepada orang banyak dan alam sekitar.
Ada kalanya, kita sambil ngobrol bersama atau sambil berjalan, tangan pun secara iseng memetik bunga/daun. Padahal daun dan bunga ini masih hidup serta masih ingin hidup. Lalu, mengapa kita mencabut kehidupannya, dengan memberinya kematian ? Apa kita telah diberi mandat oleh Allah SWT untuk mencabut nyawa sesama kita makhluk hidup ? Mari menghadirkan akhlak yang benar dan baik, mari memupuk akhlak kita sehingga senantiasa tercipta akhlak yang cantik (beautiful morals), dalam hidup dan kehidupan ini.
Hal-hal besar, yang bermuara memajukan bangsa dan negara ini akan tercipta, jika tiap pribadi memulainya dengan senantiasa menghadirkan dan memberi contoh kebaikan kepada orang lain dan orang banyak.
Beautiful Malino
Malino adalah sebuah kota kecil di dataran tinggi yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, sekitar 70 km sebelah selatan Kota Makassar. Malino terkenal sebagai tempat wisata populer karena keindahan alamnya, termasuk hutan pinus, kebun teh, dan air terjun.
Malino juga dikenal sebagai “Kota Bunga” karena keindahan bunga-bunga tropisnya. Selain itu, Malino juga memiliki tempat wisata lain seperti Malino Highlands, sebuah kawasan wisata dengan perkebunan teh dan fasilitas mewah.
Malino adalah kelurahan yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Daerah yang terletak 64 km dari Kota Makassar ke arah timur laut ini merupakan salah satu objek wisata alam yang mempunyai daya tarik luar biasa, baik bagi masyarakat Sulawesi Selatan maupun pengunjung dari luar provinsi.
Di kawasan wisata Malino sendiri, terdapat hutan wisata, berupa pohon pinus yang tinggi berjejer di antara bukit dan lembah. Jalan menanjak dan berkelok-kelok dengan melintasi deretan pegunungan dan lembah yang indah bak lukisan alam, akan mengantarkan kita ke kota Malino. Kawasan tersebut terkenal sebagai kawasan rekreasi dan wisata sejak zaman penjajahan Belanda.
Malino memiliki gunung-gunung yang sangat kaya dengan pemandangan batu gamping dan pinus. Berbagai jenis tanaman tropis yang indah,tumbuh dan berkembang di kota yang dingin ini. Selain itu, Malino pun menghasilkan buah-buahan dan sayuran khas yang tumbuh di lereng Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang. Sebagian masyarakat Sulawesi Selatan masih mengkultuskan gunung itu sebagai tempat suci dan keramat. Suhu di kota Malino ini mulai dari 10 °C sampai 26 °C. dan ketika musim hujan, berhati hati sedang berkendara, karena kota ini sering berkabut dan jarak pandangnya 100 meter saja, selain itu sering terjadi tanah longsor.
Perjalanan dari kota Makassar menuju daerah ini memakan waktu sekitar 1.5 jam. Wisata air terjun seribu tangga, air terjun Takapala, Kebun Teh malino high land, Lembah Biru, bungker peninggalan Jepang, dan Gunung Bawakaraeng menjadi ciri khas kota Malino. Oleh-oleh khas daerah ini adalah buah Markisa, dodol ketan, Tenteng Malino, terong belanda, wajik, dan lain-lain. Sayuran daun bawang, sawi putih, kol, kembang kol, sayur paling khas sayur pakis, dan lainnya.
Malino adalah suatu kelurahan, dengan di dalamnya terdapat menjulang tingginya Gunung Bawakaraeng.
Dari dahulu kala hingga saat ini Gunung Bawakaraeng, tetap menjadi suatu tempat yang disakralkan oleh umumnya Masyarakat Kabupaten Gowa.
Konon ceritanya, di gunung inilah dalam prosesnya ditempa hingga melahirkan tokoh Agama Islam, salah satunya yakni Syekh Yusuf. Dan, di gunung ini pula tempatnya ditempa dan melahirkan raja-raja besar di Kerajaan Gowa tempo dulu.
Dikisahkan, bahwa untuk mendapatkan petunjuk yang benar dari Allah SWT, maka para raja di Kerajaan Gowa baik secara langsung maupun lewat para ahli-ahli religius/agamais, bersemedi/bertirakat/bertafakur untuk mendapatkan petunjuk dari Sang Pencipta, guna mengatur keberlangsungan kehidupan dan kesejahteraan di Bumi Kerajaan Gowa.
Keadaan diatas inilah yang mendasari, sehingga gunung ini diberi nama Gunung Bawakaraeng, yang berarti gunung yang dapat memberikan perkataan/petunjuk dari Allah SWT.
Bawa= mulut
Karaeng= Allah SWT.
Petunjuk/perkataan yang didapatkan dari Gunung Bawakaraeng ini, dipercaya bersumber awal dari mulut/perkataan Allah SWT dan diteruskan melalui pesuruh-pesuruhNya, yakni para malaikat dan para Waliullah. Karena, dari dahulu kala hingga hari ini Masyarakat Kabupaten Gowa sangat mempercayai, bahwa di gunung inilah tempat bersemayamnya para Waliullah (wali Allah berada pada tingkatan satu tingkat di atas para sufi) yang ada di Sulawesi Selatan, yang bertugas memimpin penegakan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Markas besar para wali Allah (Waliullah) itu di gunung dan berkantor tiap hari, di tiap masjid.
Untuk diketahui, para pesuruh dari Allah SWT yang berasal dari manusia, adalah para nabi dan para wali, bukan berasal dari manusia adalah para malaikat. Inilah para tentara Allah yang diberi mandat untuk memimpin dan mengatur kehidupan manusia di atas bumi ini. Khusus para nabi, itu hidup dan membaur di tengah-tengah masyarakat, menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, sedangkan para waliullah dan malaikat itu berada di alam gaib.
Malino dari dulu hingga saat ini, masih tetap dipercaya oleh umumnya Masyarakat Gowa sebagai tempat yang dipenuhi dengan kekentalan nilai-nilai kekeramatan atau nilai-nilai religius.
Jika kalimat-kalimat dari paragraph diatas, kita telaah lebih mendalam lagi, maka tidaklah berlebihan jika menghadirkan pertanyaan dan jawaban seperti dibawah ini:
Inginkah Kabupaten Gowa berkembang dan maju pesat pembangunannya melebihi daerah-daerah lain ? Maka salah satu kunci jawabannya adalah jagalah dan peliharalah Malino dengan baik dan benar. Jauhkan Malino dari tangan-tangan kotor, perbuatan maksiat atau segala perbuatan yang menyakiti rakyat kecil dan miskin.
Insyaa Allah, jika Malino dan orang-orang yang ada di dalamnya serta alam sekitarnya dapat terjaga juga terpelihara dengan baik dan benar, maka Kabupaten Gowa akan lebih maju dengan pesatnya, jauh melebihi daerah-daerah lainnya, di Sulsel dan Indonesia di masa-masa yang akan datang. Begitu pun sebaliknya, jika Malino menjadi sarang maksiat, sarang sampah, pusat penebangan liar, maka otomatis dengan spontan mengundang laknat Allah SWT lewat kemarahan dari pesuruh-pesuruh Allah yaitu para Waliullah yang ada dan bersemayam di Gunung Bawakaraeng.
Penutup
Mari semuanya (termasuk penulis), senantiasa berusaha dan berharap agar setiap pelaksanaan Event Beautiful Malino, pemerintah dan masyarakat bahu membahu untuk mengedepankan saling pengertian, menghindari menyakiti sesama makhluk, guna terjaganya kelestarian dan Malino yang cantik (Beautiful Malino) ini dapat menjadi kunci utama peningkatan PAD Kabupaten Gowa kini dan ke depannya.
Tak lupa pula, marilah semuanya berterima kasih kepada Bupati dan Wabup periode lalu, Adnan Purichta Ichsan dan Abd Rauf Maliganni sebagai pasangan Bupati dan Wabup Gowa yang telah memberi nafas awal atas lahirnya kegiatan Beautiful Malino, dimulai sejak tahun 2017 (kurang lebih delapan tahun yang lalu). Lewat kepiawaian dan tangan dinginnya, hingga Beautiful Malino ini hadir dan berlangsung hingga saat ini.
Juga berterima kasih pada pasangan Bupati dan Wabup Gowa sekarang (periode 2025-2030), yang dengan tulus dan ikhlas tetap melanjutkan event Beautiful Malino ini, bahkan menambahkan waktu berlangsungnya dari 2 hari menjadi 5 hari. Pusat kuliner pun diresmikan, serta jalan yang menuju ke Malino terus dalam pengawasannya untuk perbaikannya dan ditargetkan rampung/selesai bertepatan acara Beautiful Malino, 9-13 juli 2025. Sehingga, bisa langsung digunakan oleh pemakai jalan.
Ini merupakan bukti nyata, keseriusan usaha dari Bupati dan Wabup Gowa, DR Hj Husniah Talenrang, SE., MM dan Ir Dharmawangsah Muin, ST., M.Si. Agar, kemaksimalan hasil kemajuan untuk Masyarakat dan Kabupaten Gowa dapat lebih cepat diraih dengan penambahan waktu 3 hari tersebut.
Semoga ke depan, event Beautiful Malino ini dapat ditambah lagi waktu berlangsungnya hingga 2 Minggu atau lebih dari itu, yakni 1 bulan penuh. Semoga pula Bupati Gowa, Hj Husniah Talenrang dapat merancang dan memanage kegiatan ini dapat berlangsung dengan maksimal serta dapat pula memadukannya dan menyelaraskannya, dengan pelaksanaan pemerintahan di Kabupaten Gowa yang juga tetap maksimal.
Estimasi keuntungan, dengan pertambahan waktu hingga 1 bulan penuh pelaksanaan event, berkemungkinan dapat memacu pula keuntungan yang lebih besar. Dengan, berdatangannya wisatawan dari luar Sulsel bahkan wisatawan dari manca negara.
Tentunya, semakin lama kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan maksimal, tentu semakin banyak pula hasil positif untuk Masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Gowa yang bisa diraih.
Semoga Malino selalu terjaga, terpelihara serta terawat dengan limpahan perlakuan akhlak yang benar dan baik, di masa kini dan di masa-masa yang akan datang, hingga Kabupaten Gowa akan berada dalam suasana aman, nyaman dan rakyat pun sejahtera. Aamiin.
Gowa, 5 Juli 2025
SYAHRIR AR