Makassar–Polemik kasus penikaman yang menewaskan sopir penampung material pasir bernama Malik (28) warga Jl. Bangkala Raya, Blok D Perumnas BTP, Kelurahan Buntusu, Kecamatan Tamalanrea, kembali memanas.
Keluarga korban angkat bicara dan membantah keras sejumlah pernyataan pihak Polsek Tamalanrea yang beredar di beberapa media, terutama mengenai status hubungan antara pelaku dan korban serta lokasi korban meninggal dunia.
Sebelumnya, pihak kepolisian disebut menyampaikan bahwa pelaku dan korban masih memiliki hubungan keluarga serta korban meninggal di tempat kejadian.
Namun, keluarga korban menilai pernyataan tersebut keliru dan berpotensi menyesatkan publik.
Korban meninggal di Rumah Sakit Wahidin, bukan di lokasi kejadian seperti yang disebut polisi. Yang membawa korban ke rumah sakit adalah Om-nya sendiri, Dg. Nangga,” tegas salah satu perwakilan keluarga kepada Awak media, Rabu (12/11/2025).
Dg. Nangga, yang juga tetangga korban dan pelaku, dikenal sebagai kakak kandung dari ibu korban, sehingga memiliki hubungan keluarga langsung dengan korban. Sedangkan pelaku, inisial RB (46), hanya memiliki hubungan kekerabatan jauh yang bahkan tidak berada dalam garis keturunan langsung.
Hubungan antara korban dan pelaku bukan hubungan keluarga dekat, apalagi sedarah. Itu hanya kekerabatan jauh dari garis nenek buyut, jadi tidak relevan disebut keluarga,” lanjutnya.
Keluarga juga menilai penyebutan hubungan keluarga oleh pihak kepolisian sebagai upaya memperhalus atau menurunkan kesan serius dari peristiwa pembunuhan sadis tersebut.
Seperti diketahui, Malik tewas setelah mengalami 12 luka tusuk dan sayatan, termasuk di bagian wajah dan tubuh vital lainnya, pada Senin pagi, 3 November 2025. Pelaku RB yang juga berprofesi sebagai sopir pasir, menyerahkan diri ke Polsek Tamalanrea sehari setelah kejadian sambil membawa senjata tajam yang diduga digunakan untuk menghabisi korban.
Menurut Drs. Budiman S, S.Pd., S.H, Praktisi Hukum sekaligus kuasa keluarga korban, banyak unsur yang mengarah pada pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP), bukan sekadar emosi spontan sebagaimana yang diasumsikan oleh pihak kepolisian dalam penerapan Pasal 338 KUHP.
Ada 12 luka, ada waktu antara pertikaian dan eksekusi, pelaku tenang menyerahkan diri sambil membawa badik. Semua ini menunjukkan adanya unsur perencanaan. Kami menolak jika kasus ini hanya diseret ke pembunuhan biasa,” tegas Budiman.
Pihak keluarga mendesak Polsek Tamalanrea dan jajaran Polda Sulsel untuk bersikap objektif, transparan, serta segera meninjau ulang penerapan pasal terhadap pelaku.
Kami minta keadilan untuk Malik. Jangan ada narasi menyesatkan di media. Korban tidak meninggal di tempat dan pelaku bukan keluarga dekat. Fakta harus dijaga agar penyidikan tidak bias,” tambahnya.



















