SULAWESI SELATANHukum dan KriminalNASIONALOPINIPINRANGVIRAL

Suara Kita, Duka Dandi, dan Arah Perjuangan yang Tercoreng

59
×

Suara Kita, Duka Dandi, dan Arah Perjuangan yang Tercoreng

Sebarkan artikel ini

Kabar duka dari Makassar menyisakan luka yang mendalam, bukan hanya bagi keluarga almarhum Dandi, seorang pengemudi ojek online, tetapi juga bagi nurani kita sebagai sebuah bangsa. Di tengah riuh rendah suara perjuangan dan teriakan kekecewaan terhadap berbagai kebijakan, sebuah nyawa tak berdosa justru melayang akibat salah sangka di tengah kerumunan. Tragedi ini menjadi cermin buram yang harus kita tatap bersama—pengingat getir tentang betapa berbahayanya ketika amarah mengalahkan akal sehat.
(Sumber berita)

Rasa kecewa dan marah yang dirasakan oleh para demonstran, terutama adik-adik mahasiswa, terhadap kebijakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sesuatu yang sah dan dapat dipahami. Kekecewaan itu lahir dari kepedulian, dari rasa cinta pada negeri. Ketika aspirasi publik belum terakomodasi dengan baik, jalanan kerap menjadi ruang alternatif untuk menyuarakan pendapat. Inilah esensi demokrasi.

Namun, apa yang menimpa Dandi adalah sebuah tragedi kemanusiaan yang tidak sejalan dengan niat luhur itu. Menurut keluarganya, ia hanyalah seorang tulang punggung keluarga yang mencari nafkah. Kehidupannya justru berakhir tragis akibat situasi penuh salah paham. Di titik ini, energi perjuangan yang seharusnya terfokus pada kritik kebijakan, justru melukai sesama warga kecil yang juga bagian dari rakyat.


Kekecewaan yang Salah Alamat

Peristiwa ini seharusnya menjadi momen introspeksi besar bagi kita semua, khususnya bagi para aktivis dan demonstran di lapangan. Mari kita bertanya pada diri sendiri:

Apakah perjuangan untuk keadilan bisa ditegakkan dengan cara-cara yang tidak adil?

Apakah suara kita akan lebih didengar jika justru menghadirkan korban dari rakyat biasa?

Ketika amarah membuat kita mudah menuduh dan melukai, sesungguhnya kita telah kalah. Kalah bukan oleh kebijakan yang kita lawan, melainkan oleh kelemahan kita dalam mengendalikan diri. Energi besar yang seharusnya menekan para pemangku kebijakan agar berubah, malah terbuang untuk menyakiti saudara sendiri.


Kembalikan Kemurnian Perjuangan

Duka keluarga Dandi adalah duka kita semua. Ini adalah alarm pengingat bahwa musuh kita bukanlah sesama rakyat kecil—bukan pengemudi ojol, pedagang kaki lima, atau warga lain yang berjuang di jalanan. Musuh yang sesungguhnya adalah ketidakadilan, kebijakan yang tidak berpihak, dan arogansi kekuasaan.

Mari kita salurkan kekecewaan dengan cara yang lebih bermartabat. Perjuangan gagasan harus dijawab dengan gagasan. Argumen penguasa harus kita hadapi dengan data dan logika yang lebih kuat. Suara rakyat akan jauh lebih terdengar jika disampaikan dengan damai, terorganisir, dan penuh empati.

Jangan biarkan ada korban-korban baru. Jangan biarkan perjuangan yang murni ternoda oleh darah dan air mata mereka yang tak bersalah. Saatnya menjaga akal sehat agar kekecewaan besar terhadap DPR tersalurkan tepat sasaran dan membawa perubahan nyata bagi bangsa ini.


Pesan untuk Para Wakil Rakyat

Di tengah kepiluan ini, ada pertanyaan besar yang menuntut jawaban: Di manakah suara para wakil rakyat?

Apakah kabar duka ini sampai ke telinga Anda? Apakah tragedi seorang rakyat kecil cukup untuk mengetuk hati nurani Anda?

Peristiwa ini adalah akibat dari suara rakyat yang terlalu lama diabaikan. Aspirasi yang belum direspons dengan baik menimbulkan frustrasi, dan frustrasi sering kali mencari jalannya sendiri.

Kami tidak hanya butuh ucapan belasungkawa, tetapi juga solusi dan tanggung jawab nyata.

  1. Turun dan Dengarkan: Datangi masyarakat, lihat luka yang ada, dengarkan keresahan mereka dengan hati.
  2. Kaji Ulang Kebijakan: Tunjukkan itikad baik dengan meninjau kembali aturan yang menuai penolakan. Libatkan publik dan para ahli secara transparan.
  3. Berikan Kepastian: Rakyat lelah dengan janji-janji. Tunjukkan kerja nyata untuk kepentingan bersama.

Nyawa Dandi memang tak bisa kembali. Tetapi tragedi ini dapat menjadi titik balik agar peristiwa serupa tidak lagi terulang. Caranya bukan dengan saling menyalahkan, melainkan dengan bercermin dan memperbaiki jalannya dialog publik.


Penutup

Dandi bukan sekadar nama dalam berita. Ia adalah seorang pahlawan bagi keluarganya. Jaket ojol yang ia kenakan setiap hari adalah “baju zirah” dalam perjuangan hidup, demi senyum orang-orang yang ia cintai. Kehilangannya adalah kehilangan bagi kita semua.

Semoga arwahnya tenang. Semoga tragedi ini menjernihkan kembali niat perjuangan kita: perjuangan yang memanusiakan manusia.

Dan bagi para pemegang mandat rakyat, sejarah sedang mencatat. Apakah Anda dikenang sebagai negarawan yang mendengar jeritan bangsanya, atau sekadar elite yang abai? Waktu akan menjawab.


Penulis:
Bahtiar
Mahasiswa Program Doktoral Pascasarjana UMI Makassar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *