Dalam sistem peradilan, hakim memiliki kewenangan untuk memutus suatu perkara berdasarkan fakta hukum, pertimbangan yuridis, serta asas keadilan. Namun, dalam beberapa kasus, putusan yang dijatuhkan justru memicu perdebatan dan menimbulkan rasa ketidakadilan di tengah masyarakat. Salah satu contohnya adalah ketika sebuah perkara telah berujung pada perdamaian antara pihak-pihak yang bersengketa, tetapi hakim tetap menjatuhkan vonis tinggi kepada terdakwa.
Keputusan semacam ini berpotensi melukai hati masyarakat karena mengesampingkan unsur kearifan lokal serta rasa keadilan substantif. Di berbagai daerah di Indonesia, penyelesaian konflik secara kekeluargaan atau melalui musyawarah masih menjadi bagian dari budaya hukum yang hidup di tengah masyarakat. Ketika para pihak telah berdamai dan korban atau pihak yang dirugikan sudah memberikan maaf, seharusnya hal ini menjadi pertimbangan penting dalam putusan hakim.
Vonis tinggi dalam kondisi demikian bisa menimbulkan kesan bahwa hukum tidak memberi ruang bagi solusi berbasis rekonsiliasi dan perdamaian. Padahal, dalam hukum pidana, terdapat asas ultimum remedium, yang berarti bahwa pemidanaan seharusnya menjadi jalan terakhir setelah upaya-upaya penyelesaian lain dilakukan. Jika dalam kasus tertentu perdamaian telah dicapai dan korban sudah menerima penyelesaian secara kekeluargaan, maka hukuman yang tetap berat justru bisa dipandang sebagai ketidakpekaan terhadap nilai-nilai keadilan restoratif.
Tentu, tidak semua perkara dapat diselesaikan hanya dengan perdamaian. Ada kasus-kasus tertentu yang tetap harus diproses secara hukum meskipun pihak-pihak yang bersangkutan sudah berdamai, terutama jika menyangkut kepentingan publik yang lebih luas. Namun, hakim seharusnya memiliki kebijaksanaan dalam menyeimbangkan antara aspek hukum formal dan rasa keadilan yang berkembang di masyarakat.
Keputusan yang tidak memperhitungkan aspek perdamaian berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih humanis dalam menjatuhkan putusan, di mana hakim tidak hanya melihat dari aspek normatif hukum, tetapi juga mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut akan berdampak pada rasa keadilan masyarakat.
Penulis: Herwandy Baharuddin, S.H., M.H., CPLC., CPCLE.